Selasa, 02 Juni 2015

Ada Kisah Kita Diantara Kamu dan Aku Bagian 4 (masih tersendat)

Part Sebelumnya

Esok harinya, raut Rizzar terlihat kembali ceria seperti biasa di lokasi syuting. Ara yang baru datang pun menjadi ikut senang melihatnya, melihat “kejahilan” Rizzar yang mulai kembali normal. “Pagi Riz, waaaah, sepertinya ceria merona sekali pagi ini, makin bikin klepek-klepek cewek kalo seperti ini,” sapa Ara ikut nimbrung bersama Rizzar yang sedang bercanda dengan kru di lokasi syuting. Rizzar tersenyum menoleh ke Ara. “Hidup itu harus dinikmati dengan bahagia, Ra. Latihan yuk,” ujar Rizzar sambil memberikan naskah dialog milik Ara. Ara mengikuti Rizzar menuju tempat make up buat bersiap-siap. Ara sedang asyik berhias diri ketika Rizzar duduk disampingnya. “Makasih ya, Ra. Aku melakukan saran kamu kemarin dan kamu benar, hati aku terasa lega setelahnya. Yaaa, sedikit mengharu biru, saat Mama bilang setiap ibu pasti memaafkan anaknya bahkan sebelum mereka memintanya karena yang ibu punya adalah samudera kasih sayang buat buah hatinya”. Ucapan Rizzar terhenti sejenak, dia menarik nafas dalam sementara Ara hanya tersenyum lembut memperhatikan gerak Rizzar. Rizzar tiba-tiba menoleh kearah Ara dan tiba-tiba tersenyum lebar. “Once again, thank you”. Ara mengangguk pelan.  Ara tahu Rizzar bukan orang yang suka terlihat lemah didepan banyak orang, apalagi didepan Ara. “Aku juga sudah nggak peduli sama omongan orang di sosial media, yang terpenting itu, aku sama cewek aku dan selama kita ngerasa nyaman, masa bodo dengan omongan orang. Kalau emang dia fans sejati, dia pasti bertahan, tapi kalo nggak, ya buat apa menahan orang yang tidak tulus ke aku,”  ujar Rizzar datar.  Ara sedikit tertegun mendengarnya seraya memandang kearah Rizzar yang ada disampingnya dan asyik membaca naskah dialognya. Ara mencoba menyelami Rizzar. “Riz, sebenarnya kamu merasa bersalah nggak dengan tindakan kamu yang sempat membuat Mama kamu menangis kemarin?” Rizzar balas melirik Ara sejenak dengan datar. “Apapun yang aku lakukan sama cewek aku, itu privasi aku, Ra dan bukan urusan publik. Gara-gara mereka ikut campur dan keterlaluan nge-judge, Mama aku yang kena getahnya, beliau sempat meminta maaf dan Mama… sempat nangis”. Rizzar tanpa sadar meremas naskah dialognya. “Seharusnya mereka tidak perlu bawa-bawa Mama aku, Ra”. Ara tersenyum lembut kearah Rizzar seolah ingin menenangkannya. Ara bisa merasakan, ada marah di hati Rizzar saat itu. Sepanjang yang dia kenal, sosok Rizzar selalu ingin berusaha menjaga hati mamanya. ”Ya sudah Riz, sekarang kamu tarik nafas dalam-dalam dan kita fokus sama dialog kita saja yuk”. Ara tahu tidak mungkin mendiskusikan lebih panjang masalah itu sekarang karena justru akan menambah jelek mood Rizzar. Rizzar perlu waktu untuk bisa menenangkan diri dan pikirannya tentang itu. Setengah jam kemudian, Rizzar dan Ara pun kembali larut dalam lanjutan scene Warna Warni Cinta di Rumah Singgah. 

Bagian 3 Warna Warni Cinta di Rumah Singgah  
Sejak kepala Archimedes terluka akibat lemparan batu dari Rina, salah satu adik di rumah singgah, Jingga tidak pernah melihat Archimedes datang menghampirinya lagi di bangku dekat perempatan jalan tempat Rina berjualan. Tapi berdasarkan informasi dari Reihan, Jingga tahu kondisi Archimedes baik-baik saja karena Reihan pun sempat meminta maaf lagi atas nama adik-adik rumah singgah kepada Archimedes.
Akhirnya, tibalah hari jumat, Jingga mengisi waktu libur kuliahnya dari pagi di rumah singgah. Hari ini dia harus mengajarkan matematika buat Iwan, Budi, dan Rika yang sedang kelas enam. Sambil menunggu mereka pulang dari sekolah, Jingga membereskan dan membersihkan rumah singgah. Meski semua adik di rumah singgah Pelangi itu tinggal dengan orang tuanya, tapi biasanya setiap hari ada saja 2-3 orang adik yang bergantian menginap tidur di rumah singgah tersebut. Jingga sendiri sesekali pernah juga tidur di rumah singgah tersebut saat ada kegiatan bersama adik-adik yang tidak memungkinkan dia balik ke rumahnya. Rumah singgah ini seperti rumah kedua bagi Jingga. Dia mendapatkan adik-adik baru yang memberi warna unik bagi kehidupannya. Waktu menunjukkan pukul 11.00 siang saat Rika , Iwan dan Budi mengucap salam. “Waalaikumsalam, waaah kalian udah dateng ya,” sapa Jingga ceria menyambut ketiganya yang langsung bergantian mencium tangan Jingga. “Gimana sekolahnya, menyenangkan, nggak?” lanjut Jingga. “Puyeng Kak Jingga, hari ini belajar matematika 2 jam… benar-benar melelahkan…,”ujar Iwan sambil geleng-geleng kepala. Jingga tertawa melihat ekspresi Iwan yang manyun itu. “Iwan, nggak boleh membenci matematika. Dengan berhitung Iwan kan jadi tahu keuntungan dagangan Iwan berapa dan Iwan tidak mudah ditipu orang". Iwan pun meringis sambil mengangguk. “Ya udah, ini kan hari Jumat, ayo Iwan dan Budi musti siap-siap Jumatan ke masjid”. “Tadi Iwan bilang dia ga mau ke masjid, Kak Jingga… capek katanya,” sela Rika kemudian disambut dengan anggukan Iwan dengan muka memelas ke Jingga. Jingga membalas menatap Iwan sambil tersenyum lembut. “Anak laki-laki, apalagi sudah dikhitan, hukumnya wajib untuk sholat Jumat di masjid lho… ayo ayo semangat Iwan dan Budi, ayo mandi… Nanti setelah Jumatan, Kak Jingga bakal traktir kalian makan siang, oke“. “Di warteg dekat perempatan, ya Kak. Disana bersih dan mantabb rasanya, Kak Jingga,” Budi mengajukan usul sambil tertawa lebar. Jingga tergelak melihat ketiga adik di hadapannya yang sama-sama nyengir kepadanya. “Iya… iya, nanti kita makan disana. Tapi sekarang ayo siap-siap sholat Jumat dulu”.
Seusai sholat Jumat, Jingga pun menunaikan janjinya kepada Iwan, Budi, dan Rika dengan membawa mereka makan di warteg yang diinginkan. Seusai makan, Jingga pun membawa seteko es teh yang dibelinya sekalian di warteg tersebut. Biasanya, ada saja adik-adik yang datang dan pergi ke rumah singgah. Waktu menunjukkan pukul 14.00 saat Jingga memulai memberikan pelajaran tambahan matematika buat Iwan, Budi dan Rika. Langit terlihat mendung saat itu dan hujan perlahan turun rintik-rintik membuat beberapa adik rumah singgah yang sedang asyik berdagang di sekitar rumah singgah pun akhirnya berkumpul di rumah singgah. “Kak Jingga, kata Kak Aldo hari ini kita libur pelajaran akhlaknya ya?” ujar Rina sambil duduk mensejajari Jingga yang sedang asyik menerangkan jawaban matematika ke Budi, Iwan dan Rika. “Iya sayang, Kak Reihan dan Kak Aldo lagi full jadwal kuliahnya, insyaa Allah diganti besok Sabtu sore, ya,” jawab Jingga sambil membelai rambut Rina. Entah kenapa untuk beberapa saat Jingga tiba-tiba teringat insiden berdarah yang dialami Archi dua hari yang lalu. Jingga pun hanya tersenyum. Sementara itu hujan di luar pun turun semakin lebat membuat Jingga dan adik-adik rumah Jingga makin menghangatkan rumah singgah itu. Macam-macam aktivitas mereka melakukan, dari yang belajar, membaca buku cerita bergambar, main tebak-tebakan, bahkan ada yang tidur-tiduran. Jingga sedang asyik bermain tebak-tebakan ketika tiba-tiba terdengar “braaaak”. Sebuah motor terlihat tergeletak di jalan dekat rumah singgah itu dan seseorang tergeletak tak jauh dari sana. Adik-adik di rumah singgah penasaran untuk melihat lebih dekat ketika Jingga melarang mereka karena situasi saat itu hujan turun dengan lebat. “Budi dan Iwan, tolong temani Kak Jingga menolong pengendara motor itu, yang lainnya tetap disini”. Jingga memeriksa kondisi badan pengendara  motor yang tergeletak itu, sebelah kaki dan tangannya terlihat berdarah. Jingga pelan-pelan dan dengan hati-hati melepas helm pengendara motor yang tidak sadarkan diri itu. ”Archi… ,“ seru Jingga terkejut. Ada luka memar di kepala Archi selain plester luka akibat terkena lemparan batu dua hari yang lalu. Jingga pun bergegas meminta Iwan meminta bantuan abang warteg yang mempunyai pick up di dekat rumah singgah untuk membantu membawa Archi ke rumah sakit terdekat. Kondisi jalanan sangat lengang  saat itu apalagi hujan memang mengguyur dengan derasnya. Jingga meminta Budi memindahkan motor Archimedes yang tergeletak itu ke garasi kecil-kecilan yang ada di bawah rumah singgah yang berwujud bangunan agak panggung itu sekaligus mengambilkan kain sarung bersih milik Reihan yang sengaja ditinggal di rumah singgah. Jingga berusaha memanggil nama Archi berusaha membangunkannya, meski ia tahu kemungkinannya kecil dengan luka seperti itu. Jingga hanya bisa berusaha melindungi wajah Archi dari air hujan. 20 menit kemudian, tampak mobil pick up menghampirinya bersama Iwan dan salah satu anak pemilik warteg. Hati-hati mereka memindahkan Archimedes ke bak belakang yang ada terpal penutupnya. Bersama Budi, Iwan, dan Rika juga Rina yang menyusul membawakan tas ransel milik Jingga, Jingga membawa Archi ke rumah sakit terdekat. Selama diperjalanan, Jingga terlihat sangat mencemaskan kondisi Archi,  beberapa kali dia mendekatkan telinganya ke hidung Archi, memastikan Archi bernafas normal. Jingga juga berusaha menghentikan darah yang keluar dari kaki dan tangan Archi dengan menggunakan kain sarung bersih milik Reihan yang ada di rumah singgah. “Kamu harus dan pasti kuat, Chi… sebentar lagi kita sampai,” ucap Jingga pelan di dekat telinga Archimedes. Kemudian Jingga mengambil  HP dari dalam tas ranselnya, dan ia pun menelepon Reihan meminta Reihan menyusulnya ke rumah sakit setelah selesai kuliah. Dengan ragu, Jingga mengambil handphone Archimedes, berusaha menghubungi Ryo, sahabat Archi.
 Setiba di rumah sakit, Archi segera mendapatkan tindakan medis. Sementara Jingga dan adik-adik yang ikut serta  menunggu di luar ruang IGD . Baju Jingga, Budi dan Iwan tampak masih basah, sedangkan pemilik pick up pun meminta izin pulang setelah Jingga meyakinkannya bahwa tidak ada yang diperlukan lagi. Jingga terlihat sangat khawatir saat itu, ketika seorang perawat menghampirinya untuk masalah administrasi. Diperlukan uang tiga juta rupiah untuk dibayarkan saat itu juga.  
Bersambung, speechless :D

Cast : Rizky Nazar as Rizzar dan Anisa Rahma as Ara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar