Senin, 17 Oktober 2016

Menyapa Cinta Bersama Bintang - Part 4 : Where Are You, Kak Andro?


PART 4 : WHERE ARE YOU, KAK ANDRO?

Hari itu adalah hari kamis saat Bintang beberapa kali melihat kearah jam dinding kamarnya. Sore itu ia sudah tidak sabar bertemu dengan Andromeda setelah kemarin Rabu, Bintang dan Mentari tidak mendapati Andromeda di taman tempat mereka biasa bertemu. Ada kekecewaan di wajah Bintang saat itu, tapi Mentari berusaha memberikan pengertian kepada gadis kecil itu bahwa mungkin saja Andromeda sedang ada keperluan hingga tidak bisa mendatangi taman seperti biasa. Mentari juga mengatakan bahwa besok mereka masih bisa bertemu lagi dengan Andromeda. Bintang pun akhirnya bisa mengerti, tapi alhasil Kamis itu Bintang jadi lebih antusias dari biasanya untuk segera bertemu Andromeda di taman.
"Kak Tari... ayo buruan..., kasihan Kak Andro menunggu lama. Biar bibi nanti yang merapikannya, Kak," rengek Bintang manja kepada Mentari yang sedang merapikan buku-buku Bintang kembali ke raknya. Mentari tersenyum manis dengan tatapan menggoda ke gadis kecil itu.
"Duuuh yang semangat banget mau bertemu dengan Kak Andro. Sabar ya, Bintang... tanggung nich... sedikit lagi Kak Tari selesai," balas Mentari disambut Bintang dengan deretan gigi putihnya.
"Tadi malam, Papa sama Mama bilang kalau Bintang boleh merayakan ulang tahun Bintang hari minggu ini di rumah, Kak. Bintang mau obrolin ini sama Kak Tari dan Kak Andro di taman," sambung Bintang dengan penuh semangat.
Mentari memasang ekspresi terkejut sambil tetap tersenyum lebar ke Bintang.
"Jadi Bintang mau ultah tho...". Gadis kecil itu terlihat menganggukkan kepalanya dengan mata berbinar ceria. Mentari pun mempercepat aktivitasnya, tidak ingin membuat gadis kecil yang sedang bersemangat itu hilang mood-nya.
10 menit kemudian, Mentari dan Bintang pun keluar rumah, berangkat menuju taman.
"Kak Tari, kira-kira Kak Andro mau datang nggak ke ultah Bintang?"
"Insyaa Allah Kak Andro pasti mau, Bintang. Kan Kak Andro pernah bilang kalo Kak Andro ingin bertemu Bintang setiap hari".
Bintang tertawa, tergelak mendengarnya sambil menoleh keatas, menatap Mentari yang sedang tertawa kecil sambil mendorong kursi roda Bintang.
"Oh iya, Papa juga bilang mau ngadain syukuran di panti asuhan deket rumah pagi harinya, Kak Tari".
"Waaaah, seru. Kak Tari boleh ikutan ke panti asuhan?" ujar Mentari tersenyum lebar menatap Bintang yang mendongakkan kepalanya sambil tersenyum tak kalah lebar. Gadis kecil itu menganggukkan kepalanya tanda ia sama sekali tidak keberatan.
"Nanti kita bujukin Kak Andro juga ya, Kak Tari. Biar Kak Andro ikutan juga ke panti, he he. Tapi Kak Andro mau datang aja ke rumah Bintang, Bintang sudah seneng banget".
Mentari ganti menganggukkan kepalanya sambil membelai lembut kepala gadis kecil itu.
"Kenapa ya, Kak Tari... Papa sama Mama Bintang pingin ngerayain ultah Bintang dua kali, di panti asuhan dan di rumah? Bukannya itu perlu uang lebih banyak ya, Kak?” tanya Bintang lagi.
Mentari mencubit lembut pipi Bintang sambil tertawa kecil.
Karena Papa dan Mama Bintang ingin membiasakan Bintang buat berbagi,” jawab Mentari.
Iya, Bintang tahu Kak Tari. Tapi bukannya ngerayain ultah bareng temen-temen Bintang di rumah itu juga berbagi kan Kak?
Mentari tersenyum lebar mendengar pertanyaan gadis kecil itu.
Papa dan Mama Bintang ingin Bintang berbagi bukan hanya dengan teman-teman main dan sekolah Bintang, tapi juga dengan teman-teman di panti asuhan yang tidak seberuntung Bintang punya Papa dan Mama lengkap.
Bintang mendongakkan kepalanya melihat kearah Mentari.
Papa dan Mama Bintang ingin Bintang bisa lebih belajar tentang arti bersyukur dan lebih peduli ke orang yang tidak seberuntung Bintang,” lanjut Mentari dengan senyum yang lebih lebar dibalas Bintang yang ikut tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Emang kalau kita berbagi kita ga bakal jatuh miskin, ya Kak Tari?   
"Nggak ada ceritanya berbagi membuat kita miskin, Bintang. Tuhan pasti mencukupkan kita kalau kita membantu dan berbagi apalagi dengan yang tidak seberuntung kita," jelas Mentari tersenyum lembut dibalas Bintang dengan senyum riangnya, lagi-lagi menganggukkan kepalanya.
Mentari mendorong kursi roda Bintang lebih kencang karena Bintang terlihat sudah tidak sabar bertemu Andromeda. Gadis kecil itu terdengar menyanyikan beberapa lagu anak-anak dengan riang sambil menikmati perjalanan menuju taman.
Sepuluh menit kemudian, keduanya sudah berada di areal taman ketika mereka lagi-lagi tidak mendapati sosok Andromeda di tempat biasanya mereka bertemu seperti kemarin.
"Yaaah, kok Kak Andro ga ada, Kak Tari?" tanya Bintang sambil melihat kanan dan kiri, menyapu pandangan ke sekitar tempat duduk mereka bertiga biasa bertemu.
Mentari pun melakukan hal yang sama, menengok kanan kiri mencari sosok Andromeda.
"Yaaah, kok Kak Andro nggak ada. Apa mungkin Kak Andro sudah pulang ya, Kak Tari?" lanjut Bintang dengan nada dan raut sedih dan kecewa.
"Mungkin Kak Andro sedang ada keperluan, Bintang jadinya tidak bisa ke taman beberapa waktu," jawab Mentari lembut berusaha menenangkan Bintang.
"Yaaah... gagal deh Bintang ngundang Kak Andro buat datang ke ulang tahun Bintang,"sambung Bintang lirih dengan raut sedih.
Mentari pun duduk di bangku biasanya dan menarik kursi roda Bintang lebih dekat menghadapnya. "Bintang jangan sedih ya, Kak Tari bakal cari cara buat memberitahu Kak Andro buat datang hari Minggu nanti".
Bintang menatap Mentari dalam diam. Mentari bisa melihat ada kecewa dan sedih di mata gadis kecil itu.
“Bintang jangan sedih ya, kalau Bintang sedih... Kak Tari jadi ikutan sedih,” lanjut Mentari ikut memasang wajah sedih. Bintang pun buru-buru tersenyum lebar. “Bintang ga jadi sedih, Bintang ga mau Kak Tari ikutan sedih. Bintang percaya Kak Tari akan cari cara buat memberitahu Kak Andro”. Mentari pun tersenyum lebar sambil mengusap kepala gadis kecil itu sambil menganggukkan kepalanya. Mentari pun akhirnya membawa Bintang jalan-jalan menikmati sore berkeliling taman.
Waktu menunjukkan pukul 17.10 ketika Mentari kembali tiba di taman, hendak pulang.  Ia melihati kembali tempat duduk mereka biasa bertemu Andromeda dan sekitarnya, tak ada tanda-tanda bahwa laki-laki itu datang sore itu.
“Kamu kemana Dro? Apa kamu baik-baik saja?” ucap Mentari lirih. Ada khawatir di hati gadis itu, entah kenapa. Setelah beberapa kali berpikir, Mentari pun memutuskan mendatangi rumah Andromeda.   
Adzan Maghrib terdengar berkumandang saat Mentari tiba di depan pagar rumah Andromeda, terlihat Pak Ahmad yang membantu di rumah Andromeda sedang merapikan peralatan berkebun.
“Assalaamualaikum, Pak Ahmad,” sapa Mentari tersenyum lebar menyapa laki-laki paruh baya itu.
Terdengar jawaban salam dari laki-laki itu kemudian bergegas membukakan pintu pagar. Pak Ahmad terlihat melihati Mentari, seolah mengingat-ingat wajah gadis itu.
“Nak Tari yang pernah mengantarkan Mas Andro pulang bukan?” tanya Pak Ahmad sambil tersenyum ke Mentari. Mentari  menganggukkan kepalanya.
“Alhamdulillah Pak Ahmad masih ingat saya. Maaf saya datang maghrib-maghrib begini. Apa Andro-nya ada Pak?”
Lagi-lagi Pak Ahmad tersenyum, “ Gapapa Nak. Mas Andro ada di kamarnya, Nak Tari. Kondisi Mas Andro drop dari kemarin, jadinya harus bed rest beberapa hari,” ujar Pak Ahmad sembari menyilahkan Mentari masuk ke dalam rumah
“Drop?” tanya Mentari lagi.
“Iya Nak, kemarin puncaknya. Mas Andro lemes banget dan demam tinggi, sampai-sampai buat bangun dari tempat tidur saja nggak bisa. Sepertinya ada yang dipikirkan Mas Andro tapi tidak bisa diceritakan ke kami. Mas Andro kurang istirahat dan nafsu makannya juga berkurang akhir-akhir ini meski Mas Andro selalu bilang kalau dia tidak apa-apa,” lanjut Pak Ahmad. Ada khawatir dalam nada bicaranya. Mentari hanya bisa tersenyum berempati kepada laki-laki itu.
Pak Ahmad menyilahkan Mentari duduk di ruang tamu sementara Pak Ahmad masuk ke kamar Andromeda. Terlihat Bu Aisyah, istri Pak Ahmad, menghampiri Mentari dengan senyum hangatnya, Mentari pun balas tersenyum dan bergegas menyalami tangan Bu Aisyah.
Setelah saling menanyakan kabar, Bu Aisyah pun bergegas ke dapur disaat bersamaan dengan Pak Ahmad yang keluar dari kamar Andromeda. Pak Ahmad mempersilahkan Mentari masuk ke kamar Andromeda. “Nak Tari, tolong bicara sama Mas Andro ya biar Mas Andro mau cerita apa yang mengganggu pikirannya akhir-akhir ini,” ucap Pak Ahmad lirih di depan pintu kamar Andromeda. Mentari tersenyum dan mengangguk pelan, berusaha menenangkan laki-laki itu.
Mentari pun masuk ke kamar Andromeda, laki-laki itu terlihat sedang duduk di tempat tidurnya dan tersenyum kearahnya diantara wajahnya yang masih pucat. Mentari pun tersenyum lebih lebar sembari mengucapkan salam yang langsung dibalas oleh Andromeda.
“Silahkan masuk, Tari,” ujarnya sembari menyilahkan Mentari untuk duduk di kursi yang ada di sebelah ranjangnya.
“Bagaimana kondisi kamu, Dro? Apa sudah lebih baik?” tanya Mentari dibalas anggukan pelan laki-laki itu. Kondisi laki-laki itu terlihat masih lemah meski Andromeda berusaha untuk terlihat baik-baik saja.
“Sudah jauh lebih baik, Tari. Aku cuma kecapekan aja. Oh iya Bintang ga ikut kesini, Tari?“
Mentari menggelengkan kepalanya. “Kalau Bintang lihat kondisi kamu sekarang, dia pasti sedih dan khawatir, Dro. Gara-gara kamu ga ada di taman kemarin dan tadi aja udah bikin Bintang jadi sedih. Itu sebabnya aku datang kesini”.
Andromeda tersenyum menganggukkan kepalanya pelan, “Kamu benar, Tari... untung Bintang ga ikut kesini. Aku ga mau dia jadi sedih karena mengkhawatirkan aku. Aku cuma pingin ngelihat dia tersenyum dan tertawa aja”.
Mentari menatap Andromeda dan tersenyum lebih lebar kepadanya. 
“Minggu ini Bintang ulang tahun, Dro. Dia berharap banget kamu bisa datang,”ujar Mentari lagi.
“Aku akan berusaha buat datang, Tari. Aku ga mau mengecewakan harapan Bintang,” jawab Andromeda pelan.
“Tapi dengan kondisi kesehatan kamu seperti ini, apa kamu bisa datang?” tanya Mentari, ada khawatir di ucapannya itu.
Andromeda pun diam, hanya tersenyum lirih kepada gadis itu kemudian larut dalam pikirannya. Laki-laki itu bahkan tak yakin apakah kondisinya akan segera membaik. Beberapa hari, matanya sulit sekali terpejam. Selain itu, meski ia berusaha memaksakan untuk makan seperti biasanya, tapi nafsu makannya tetap tak bisa seperti biasa. Andromeda berusaha untuk melawan lemahnya, tapi  seolah ia tak berdaya menghilangkan gundah di hati dan pikirannya. 
“Drooo....”.
“Ya,” jawab Andromeda tersadar dari lamunannya, menoleh kearah Mentari. Gadis itu terlihat memandanginya, seolah berusaha menyelami apa yang dipikirkan Andromeda.
“Pak Ahmad bilang ada yang mengganggu pikiran kamu akhir-akhir ini sampai kondisi kamu nge-drop. Apa ini ada hubungannya dengan obrolan terakhir kita tentang keinginan kamu melepaskan seseorang yang kamu sukai?”
Andromeda  balas menatap Mentari kemudian menundukkan pandangannya.
 “Aku tahu seharusnya aku ga boleh lemah seperti ini, Tari... tapi...”. Andromeda tak menyelesaikan kalimatnya, laki-laki itu kembali menatap Mentari dan tertawa kecil, seolah sedang menertawakan dirinya sendiri.
“Kalau memang hal itu mengganggu pikiran dan hati kamu sampai mengganggu kesehatan kamu,... aku mau membantu kamu melepaskan orang itu, aku bersedia berpura-pura menjadi cewek kamu, Dro”.
Ucapan Mentari itu pun membuat Andromeda tertegun, ia tidak menyangka gadis itu akan berubah pikiran.
“Kamu serius dengan ucapan kamu, Tari?” tanya Andromeda menatap tajam kearah Mentari.
Mentari terdiam sejenak sebelum kemudian menganggukkan kepalanya tanpa keraguan.
“Tapi aku berharap setelah kamu melepaskan dia, kamu tidak boleh lemah seperti ini lagi. Kamu harus lawan dan bisa berdamai dengan perasaan kehilangan kamu setelah melepaskannya termasuk rasa bersalah kamu ke dia,” ucap Mentari.
Andromeda terlihat berpikir beberapa saat kemudian mengangguk pelan.
Andromeda pun membicarakan rencana yang ada didalam pikirannya ke Mentari termasuk rencana tempat dia melakukan itu. Andromeda dan Mentari sepakat akan melakukannya sebelum hari Minggu. Andromeda pun saling bertukar nomer handphone dengan Mentari untuk memudahkan komunikasi selanjutnya diantara keduanya.
 “Ya udah, sekarang kamu lebih baik banyak istirahat dan jangan terlalu banyak pikiran biar kondisi kamu bisa segera pulih dan kita bisa menjalankan rencana kamu,” ujar Mentari sambil tersenyum lebar ke Andromeda, “ingat, Bintang menunggu kehadiran kamu hari Minggu nanti, Kak Andro. Kebahagiaan Bintang ga lengkap tanpa kehadiran dan doa kamu, Dro”.
Andromeda tersenyum lebih lebar sambil menganggukkan kepalanya menatap Mentari, “Iya , aku akan berusaha datang, aku tidak ingin membuat Bintang kecewa dan sedih, Tari”.
Mentari menganggukkan kepalanya, “Aku percaya itu, Dro. Aku pulang dulu ya. Cepet sehat kembali ya. Semangaaat!”
Tawa pun pecah diantara keduanya.
“Terima kasih banyak, Tari. Terima kasih untuk semuanya. Tolong jangan bilang Bintang kalau aku sakit dua hari ini ya. Bilangin juga Kak Andro minta maaf karena ga bisa datang ke taman,“ sambung Andromeda dibalas senyuman Mentari sambil menganggukkan kepalanya.
“Kamu bisa sampaikan langsung permintaan maaf kamu hari Minggu nanti, Dro. Yang penting sekarang kamu segera memulihkan kondisi kamu. Satu lagi yang harus kamu ingat, saat kamu nggak datang ke taman karena sakit, taman kehilangan satu pengunjung tetapnya, Dro,” ujar Mentari tersenyum lebih lebar dibalas senyuman yang lebih lebar dari Andromeda. Kalimat gadis itu berhasil menumbuhkan semangat di diri Andromeda untuk segera kembali sehat. Keduanya pun saling berbalas salam lalu Mentari pun berjalan keluar kamar Andromeda hendak menumpang sholat ke Bu Aisyah sebelum pulang.
Sebenarnya Mentari tidak pernah setuju dengan rencana Andromeda karena baginya kejujuran jauh tetap lebih baik dari kebohongan atau kepura-puraan. Namun melihat kondisi kesehatan Andromeda membuat gadis itu mengalah, ia setuju membantu laki-laki itu berpura-pura karena Mentari ingin mengurangi beban pikiran laki-laki itu.

“Semoga kamu bisa lebih kuat melawan sisi lemah di hati dan pikiran kamu setelahnya, Dro. Kamu berhak bahagia dan kamu pasti bisa,” ucap Mentari di dalam hatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar